Laman

Rabu, 23 Desember 2015

CERITA SUNAN KALIJAGA DALAM BABAD LASEM

(LEBIH OTENTIK?)

Cerita atau riwayat Sunan Kalijaga sangat akrab dalam kehidupan masyarakat Jawa. Dari generasi ke generasi nama Sang Sunan karismatik ini dibicarakan dan ditularkan. Riwayatnya disampaikan dalam balutan dongeng, obrolan ringan, pentas pertunjukan, karya sastra berbentuk babad sampai diangkat dalam diskusi yang serius. Orang Jawa begitu membanggakan tokoh ini karena dianggap mewakili filosofi, jiwa, kepribadian dan identitas Jawa.

Secara umum cerita Sunan Kalijaga adalah sebagai berikut. Lahir dengan nama Raden Said sekitar tahun 1450 M. Ayah beliau adalah bupati Tuban bernama Tumenggung Wilatikta. Sunan Kalijaga hidup saat redupnya kekuasaan Majapahit. Saat remaja Sunan Kalijaga memilih hidup sebagai perampok. Saat menjadi perampok beliau menyandang nama Brandhal Lokajaya. Sunan Kalijaga merampok dengan tujuan membagi hasil rampokan pada kaum papa.


Suatu saat Brandhal Lokajaya ketemu dengan Sunan Bonang yang dalam perjalanan dakwah. Brandhal Lokajaya yang berniat MEMBEGAL, oleh Sunan Bonang disuruh mengambil buah kolang kaling emas. Dimata Brandhal Lokajaya buah kolang-kaling berubah menjadi emas setelah ditunjuk oleh Sang Sunan. Merasa kalah kemampuan Brandhal Lokajaya menyerahkan diri sebagai murid Sunan Bonang. Brandhal Lokajaya diperintahkan Sunan Bonang bertapa di pinggir sebuah kali. Dalam bertapa Brandhal Lokajaya diperintahkan menunggui tongkat sang Sunan. Brandhal Lokajaya tidak boleh mengakhiri tapa sebelum Sunan Bonang kembali.

Setelah dianggap cukup Sunan Bonang mencari pertapaan Brandhal Lokajaya. Sunan Bonang membangunkan semadi Brandhal Lokajaya untuk mengakhiri ujian. Selanjutnya Brandhal Lokajaya belajar agama dari Sang Sunan dan kemudian mendapat gelar Sunan Kalijaga. Gelar ini merujuk pada saat Raden Said menjalani ujian bertapa dipinggir kali menjaga tongkat Sunan Bonang.


Tetapi cerita yang berkembang dan diyakini masyarakat Jawa tidak seluruhnya dianggap mewakili kebenaran sejarah. Para pengamat dan pemerhati sejarah menemukan beberapa bagian cerita yang mengundang perdebatan. Perdebatan tersebut dimungkinkan karena antara cerita rakyat dengan temuam dan kajian sejarah yang didasari metodologi ilmiah tidak sama.

Ada cerita Sunan Kalijaga yang berbeda dimana cerita dipaparkan tanpa bumbu mitos. Cerita tersebut adalah versi babad lasem dalam buku SABDA BADRASANTI. Beda dengan cerita Babad Tanah Jawa yang ditulis jauh setelah rangkaian kejadian sejarah Sabda Badrasanti ditulis turun temurun sesuai kejadian sejarah.

Cerita Sunan Kalijaga versi babad Lasem dalam buku Sabda Badrasanti  adalah sebagai berikut. Lahir dengan nama Santikusuma. Ayah Santikusuma bernama Santibadra keturunan Majapahit. Agama Santibadra Syiwa Budha. Santibadra adalah menantu Sunan Bejagung penguasa Tuban. Sebagai menantu Adipati Tuban Santibadra mewarisi jabatan bupati. Jadi Ayah Santikusuma seorang Syiwa Budha sedang kakek dan ibunya adalah muslim.

Sebagai orang kepercayaan Pr. Kertabumi/Brawijaya V, Santibadra lebih banyak berada di Majpahit daripada di Tuban atau Lasem. Praktis pemerintahan di Tuban dibawah kendali Sunan Bejagung. Kedekatan Santibra dengan Pr Kertabumi karena faktor kesamaan agama dan keahlian Santibadra dalam bidang sastra, tari dan musik. Hal ini membuat Santikusuma jarang ketemu ayahnya. Santikusuma akhirnya mendapat bimbingan tentang agama Syiwa Budha dan lain-lain pengetahuan dai kakak pertamanya yaitu Santipuspa. Santipuspa adalah Dhang Puhawang (penguasa laut) yang disegani di pesisir utara pulau Jawa.

Menginjak remaja Santikusuma belajar agama Islam pada sang kakek Sunan Bejagung di Tuban. Setelah belajar agama Islam Santikusuma mendapat nama Islam Raden Mas Said. Untuk lebih memperdalam ilmu agama Islam Raden Said belajar pada Sunan Bonang (Makdum Ibrahim).

Karena sebelumnya Raden Said mendapat dasar-dasr Syiwa Budha maka saat mendapat ilmu agama Islam beliau mentranformasi/mengkreasi dalam kebudayaan Jawa yang masih kental unsur Syiwa Budha. Di kalangan masyarakat Jawa kreasi Raden Said dikenal dengan Islam Kejawen dimana media dakwahnya berupa seni krawitan,wayang, sastra dan festival budaya.

Sunan Bonang tidak setuju dengan cara dakwah Raden Said. Oleh Sunan Bonang apa yang dilakukan Raden Said dianggap sebagai pem-BEGALAN ilmu Islam. Begal disini bukan arti sebenarnya (bandingkan dengan versi cerita umum). Kebandelan Raden Said melawan ketidaksetujuan Sunan Bonang menjadikan ia disebut Brandhal Lokajaya (kaloka=terkenal dan jaya=unggul) oleh masyarakat Jawa. Brandhal Lokajaya disini juga beda artinya dengan versi cerita umum. Sebagai penghormatan masyarakat Jawa memberi gelar Raden Said dengan sebutan SUNAN KALIJAGA. Maksud nama tersebut yaitu Raden Said adalah Sunan-nya orang Jawa pada saat Jawa memasuki jaman Kaliyuga (siklus jaman runtuhnya moral).

Meski mendapat tantangan dari para wali/sunan lain, Sunan Kalijaga tetap populer (kaloka) dihati masyarakat . Dakwah keliling Sang Sunan sangat dinanti masyarakat.Terbukti Islam menjadi agama yang banyak diterima masyarakat dan ramah budaya. Kehadiran Islam disambut suka cita. Orang Jawa merasa tidak sedang dihakimi.

Sunan Kalijaga tetap dianggap penting perannya oleh para wali lain. Sunan Kalijaga masuk dalam jajaran wali songo (sangha) yaitu elit kekuasaan yang membidangi keagamaan dan politik. Elit ini menggantikan Budha Sangha yang ada saat kejayaan Majapahit





Tidak ada komentar:

Posting Komentar