Laman

Minggu, 29 Mei 2016

Menakar Tradisi Intelektual Siswa Kita

Dalam Agama Islam wahyu yang turun pertama berbunyi “bacalah dengan (menyebut) nama Rabbmu”. Wahyu ini memberi nuansa pentingnya aspek intelektual dalam kehidupan berkeyakinan. Dalam Agama Kristen disebutkan “Yesus makin bertambah besar dan bertambah hikmat-Nya dan besar-Nya dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia”. Dengan demikian Yesus memperoleh kebijaksanaan lewat proses belajar (kerja intelektual) meski Ia diyakini sebagai  Anak (pengejawantahan Sabda dan kuasa) Tuhan.

Dalam budaya Jawa ada tembang pucung yang mengatakan bahwa : “ngelmu iku tinemune kanthi laku” Jadi dalam tradisi intelektual Jawa ilmu pengetahuan akan dapat dipahami dan menjadi bermakna jika ada proses empiris. Ilmu bukan diperoleh dengan membaca kemudian dihafal, mendengar kemudian dihafal, tetapi ada proses mengamati, menanya, mengumpulkan data, mengasosiasi dan menyimpulkan bahkan menguji kembali simpulan.

Lalu apa hubungan semua ini dengan judul diatas? Tradisi intelektual adalah roh dari peradaban manusia. Tradisi intelektual menjadi dasar dalam dunia religius maupun dalam dunia ilmu pengetahuan. Dalam dunia pendidikan tradisi intelektual diwujudkan dalam pembelajaran yang berbasis saintifik yang meliputi : mengamati, mertannya, mengumpulkan data, mengasosiasi dan mengkomunikasikan.

Ada beberapa pertanyaan menarik terkait intelektualitas siswa-siswi kita. Sudahkah dunia pendidikan berhasil menanamkan tradisi intelektual pada diri para siswa? Sejauhmana tradisi intelektual sudah tumbuh dan diimplementasikan oleh anak didik kita?

Untuk menjawab pertanyaan di atas cukup kita mengamati kebiasaan siswa-siswi kita. Apakah mereka sudah menjadi pembaca yang baik? Apakah mereka sudah menjadi penulis yang handal? Apakah mereka sudah menjadi pendiskusi yang kritis. Apakah mereka sudah menjadi kreator yang kreatif? Apakah mereka sudah beretika (beradab)?


Jika tradisi intelektual sudah tumbuh baik pada diri remaja kita maka tak akan muncul kejadian yang memalukan seperti ini! Berprilaku bodoh, tidak tahu etika, konyol dan kekanak-kanakan.

                                                                           bodoh

                                                                     tak tahu etika

                                                                     kekanak-kanakan

2 komentar:

  1. Kalau opini saya masih kurang 1 yaitu etika atau adab. Intelektual tanpa etika hasilnya adalah orang pintar yang merasa benar dan tidak mau disalahkan.karena nabi Muhamad sebelum ia diberi Wahyu pertama "membaca" semenjak kecil beliau terlebih dahulu digembleng etika/adab baik dari orang tua/keluarga walaupun beliau berada di lingkungan penyembah berhala.
    (Hanya pendapat dari orang awam)
    Tapi termasuk artikel yang bagus pak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih.Saya setuju dengan anda. Sekedar tambahan bahwa sebagian orang (terutama orang barat) menganggap etika adalah bagian dari perilaku intelek. Saya akui saya kurang memberi penekanan etika (adab) dalam tulisan ini

      Hapus