Gerakan Islamisasi di tanah Jawa oleh para Wali ternyata
tidak menjadikan semua penganut keyakinan lama beralih ke agama Islam. Sampai
sekarang ini kita masih bisa menjumpai komunitas suku asli Jawa yang memeluk agama
Budha. Bahkan dibeberapa desa masih ada pemeluk agama Budha dengan jumlah yang mayoritas.
Daerah dengan jumlah pribumi penganut Budha yang cukup banyak diantaranya Kragan,
Lasem, Blora, Juwana, Pati, Jepara dan Grobogan.
Vihara Kagok tampak depan
Di Grobogan Jawa Tengah masih dapat dijumpai sebuah desa
dengan penganut Budha dalam jumlah mayoritas. Tepatnya desa tersebut adalah dukuh
Kagok, desa Ngarap-Ngarap, kecamatan Ngaringan, kabupaten Grobogan. Penganut
Budha di dukuh ini mencapai 95%. Tempat peribadatan (vihara) di dukuh ini juga
terlihat bagus sebagai petunjuk bahwa kegiatan keagamaan Budha warga Kagok
terus terjaga.
Pada masa kolonialisme Belanda warga Kagok bukanlah pemeluk
Agama Budha. Mereka secara tradisi adalah pemeluk Islam tradisional yang masih
kental unsur budaya. Mengapa bisa terjadi perubahan Agama di dukuh Kagok?
Ternyata penyebabnya adalah menyebarnya ajaran Samin yang berasal dari Blora ke
wilayah Kagok. Selanjutnya dari Saminisme keyakinan warga Kagok berubah menjadi
Budhisme.
SEKILAS SAMINISME
Ajaran Samin diciptakembangkan oleh Samin Surosentiko (Raden
Kohar) pada tahun 1890. Samin (nama ini dipilih sebagai wujud kepemihakan pada
rakyat) mengembangkan ajarannya mulai dari daerah Klopoduwur, Blora. Ajaran
samin adalah keyakinan (kebatinan) dengan beberapa unsur (pengaruh) Hindu,
Budha dan Islam.
Ajaran Samin meliputi banyak hal. Dalam hal hubungan manusia
dengan Tuhan Saminisme mengajarkan konsep Manunggaling Kawula Gusti. Menurut
Samin dalam menjalani hidup manusia harus menyadari sangkan paraning dumadi, yaitu
menyadari darimana dia berasal (diciptakan) dan kemana akan kembali (akhirat).
Dalam tataran implementatif Samin mengajarkan moral, perilaku, sikap dan tata
ritual adat dalam kehidupan sehari-hari yang dirangkum dalam angger-angger
(hukum). Buku-buku yang memuat
ajaran samin diantaranya Jamus Kalimosodo,
Uri-Uri Pambudi, Punjer Kawitan dan Pikukuh Kasejaten.
Samin bukan sekedar ajaran kebatinan. Samin juga
sebuah gerakan politik dan perjuangangan dalam melawan kolonialisme Belanda. Selain
di Blora gerakan perjuangan Samin menyebar di berbagai daerah sesuai dengan
penyebaran pengikutnya. Tercatat gerakan Samin muncul di daerah Bojonegoro,
Tuban, Rembang, Pati, Madiun, Grobogan dll. Kecamatan Jatirogo Tuban pernah
menjadi tujuan penyebaran ajaran dan perjuangan Samin tetapi gagal karena sudah
di cegah Belanda lewat propaganda dan hasutan negatif tentang Samin.
Perjuangan penganut Samin dalam menentang kolonialisme
Belanda bukan dalam bentuk perjuangan angkat senjata. Perjuangan Samin menitikberatkan
pada penyangkalan terhadap tiap kebijakan Belanda. Mereka menolak membayar
pajak, kerja paksa, jaga malam dan memperbaiki jalan karena semua itu hanya
menguntungkan Belanda. Penganut Samin merasa bebas menebang hutan (kegiatan yang
menjadi larangangan kolonial Belanda) karena hutan bukan hak Belanda melainkan
warisan nenek moyang orang Jawa.
DARI SAMIN KE BUDHA
Warga dukuh Kagok yang awal mula menerima ajaran Samin yaitu
mbah Dabur dan mbah Joyo Ranggin. Dari kedua tokoh itu kemudian warga Kagok
banyak yang menerima ajaran Samin. Selanjutnya untuk memperdalam ajaran Samin warga
Kagok seringkali pergi ngaji (belajar) ke Ploso Kedhiren Kecamatan Randublatung
Blora.
Pada tahun 1968 ada program pendataan warga oleh pemerintah
daerah Grobogan. Dalam pendataan itu warga Kagok mendapat pertanyaan mengenai agama
yang mereka anut. Pilihan Agama yang disodorkan oleh pemerintah ada lima yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan Budha. Masyarakat Kagok sepakat memilih agama Budha. Alasan mereka adalah ajaran Samin lebih sesuai atau seirama dengan agama Budha daripada keempat lainnya. Pada saat itulah semua warga Kagok tercatat dan sekaligus menjadi pemeluk agama Budha.
Dalam usaha mendalami agama Budha yang baru dianut warga Kagok mengaji (belum ada paritta) agama Budha di Taunan dengan
pembimbingnya Romo Sastro dari Wirosari. Pada tahun 1982 umat Budha dukuh Kagok
baru mengenal paritta lewat ajaran ibu Sri Kuntini dari Semarang. Pelopor agama
Budha dukuh Kagok masa itu adalah Mbah Karto Marji, Ratip, Pak Lasiman, Pak
Domo, dan Pak Sukari.
Cetiya Kagok berdiri Th.1982, sudah tak terpakai
Tidak ada komentar:
Posting Komentar