Laman

Jumat, 17 Juni 2016

MASJID LASEM MONUMEN KEBHINEKAAN JAWA

Kadipaten Lasem dipimpin Pr. Tejakusuma I mulai tahun 1507 Saka atau 1585 Masehi.  Pangeran Tejakusuma I diangkat sebagai adipati Lasem oleh Sultan Pajang yang sekaligus adalah ayah mertuanya sendiri. Jika ditelisik silsilahnya, para leluhur Pr. Tejakusuma I adalah penguasa atau setidaknya orang penting Kadipaten Lasem. Leluhur Pr. Tejakusuma I yang pertama memimpin Lasem adalah Dewi Indu saudara sepupu dari Prabu Hayamwuruk di Majapahit.

Pada tahun 1588 Masehi Pr. Tejakusuma I membangun pendapa Kadipaten Lasem yang baru di daerah Soditan. Pada saat yang sama Pr. Tejakusuma I membangun masjid Lasem. Kisah pembangunan pendapa Kadipaten baru dan Masjid tersebut tertuang dalam Carita Lasem : “ Panjenengane yasa dalem Kadipaten Lasem kang anyar aneng bumi Sadita, ing salore dalan gedhe madhep mangidul, wetan prapatan, ngadhepake alun-alun; dhek nalika tahun Syaka 1510 sasi Caitra, dina Buda Manis. Lan bebarengan trep dina kuwi, aneng sakulone alun-alun digawekke mesjid...”

Masjid Lasem tampak dari Timur

Tentang Pr. Tejakusuma I, Mbah Sambu dan Masjid Lasem

Pangeran Tejakusuma I keturunan generasi keempat Pr. Santibadra. Pangeran Santibadra adalah tokoh Syiwa Budha yang penting saat Majapahit akhir. Pangeran Santibadra adalah pembabar kitab Budha Sabda Badrasanti.

Agama Pr. Tejakusuma I adalah Syiwa Budha. Pada tahun 1502 Saka beliau pernah mendapat tugas dari Sultan Hadiwijaya penguasa Kesultanan Pajang untuk menggubah/menyalin kakawin Sabda Badra santi karya leluhurnya tersebut kedalam bentuk geguritan. Jika ditelisik sebenarnya Sultan Hadiwijaya sendiri juga memiliki garis keturunan dengan Pr. Santibadra.

Puncak masjid bergaya Hindu-Budha berdampingan dengan gaya Islam modern

Pangeran Tejakusuma I dikenal dengan sebutan Bagus Srimpet karena saat masih kecil jika dituntun jalan oleh sang Ibu beliau justru menggantung (nyrimpet) di kaki sang Ibu. Pangeran Tejakusuma I disebut Kyai Ageng Punggur karena Beliau sering melakukan Samadi di puthuk (pegunungan) Punggur Lasem.

Mahkota Masjid tahun 1588 M tersimpan dalam kotak besi

Sebagai penguasa Pr. Tejakusuma I adalah negarawan yang memegang seloka Bhineka Tunggal Ika. Meski beragama Syiwa Budha beliau memperhatikan kebutuhan ibadah masyarakat muslim Lasem yang berkembang pesat saat itu. Beliau memdirikan masjid dengan bentuk atap Triratna dan hiasan puncak berbentuk Makuthapraba.

Untuk melayani kebutuhan ilmu agama umat muslim Lasem Pr. Tejakusuma I mendatangkan ulama dari wilayah Tuban bernama Maulana Sam Bwa Smarakandhi. Kata Smarakandhi merujuk daerah asal Maulana Sam Bwa yaitu Samarkand yang terletak di Asia Tengah. Menurut buku Carita Lasem Maulana Sam Bwa masih trah Shunan Pwa Lang di Tuban.
Bangunan bagian dalam makam Mbah Sambu (Sam Baw)

Syeh Maulana Sam Bwa pada akhirnya diambil menantu oleh Pr. Tejakusuma I dikawinkan dengan putri beliau dari Istri selir. Oleh masyarakat Lasem sekarang nama Maulana Sam Bwa dikenal dengan sebutan Mbah/Eyang SAMBU.

Pangeran Tejakusuma I meninggal tahun 1554 Saka pada usia 77 tahun. Beliau dimakamkan di halaman samping sebelah selatan Masjid Lasem. Bangunan makam Pr. Tejakusuma I bercorak Jawa Islam tanpa atap.
Makam Pr. Tejakusuma I (Bagus Srimpet)

Syeh Maulana Sam Bwa Smarakandhi meninggal pada tahun 1575 Saka pada usia 61 tahun. Beliau dimakamkan di halaman samping utara masjid Lasem. Bangunan makam Syeh Maulana Sam Bwa terdiri dari dua lapis. Bangunan lapis dalam berupa dinding bata semen bercorak etnik Cina. Bangunan makam lapis luar berupa campuran bata semen dan kayu bercorak Jawa.
Bangunan bagian luar makam Mbah Sambu (Sam Baw)


Masjid Lasem pernah menjadi tempat menentang pemerintah kolonial Belanda. Saat itu tahun 1750 Masehi, R. Panji Margono (tokoh Budha keturunan Pr. Tejakusuma I) bersama Ui Ing Kiat (Cina Muslim) melakukan pemberontakan terhadap pemerintah kolonial Belanda bersama masyarakat Jawa-Cina Lasem. Adalah Kyai Ali Badawi tokoh yang menggerakkan muslim Lasem usai sholat Jumatdi masjid Lasem untuk melakukan perlawanan terhadap Belanda membantu pemberontakan R. Panji Margono. Kaum santri yang dipimpin Kyai Ali Badawi menyebut perlawanan mereka dalam melawan Belanda dengan nama Perang Sabil.
Tampak dalam bangunan Masjid Lasem

Tidak ada komentar:

Posting Komentar