Kadipaten Lasem dipimpin Pr. Tejakusuma I mulai tahun 1507
Saka atau 1585 Masehi. Pangeran
Tejakusuma I diangkat sebagai adipati Lasem oleh Sultan Pajang yang sekaligus
adalah ayah mertuanya sendiri. Jika ditelisik silsilahnya, para leluhur Pr. Tejakusuma
I adalah penguasa atau setidaknya orang penting Kadipaten Lasem. Leluhur Pr.
Tejakusuma I yang pertama memimpin Lasem adalah Dewi Indu saudara sepupu dari Prabu
Hayamwuruk di Majapahit.
Pada tahun 1588 Masehi Pr. Tejakusuma I membangun pendapa Kadipaten Lasem yang baru di daerah Soditan. Pada saat yang sama Pr. Tejakusuma
I membangun masjid Lasem. Kisah pembangunan pendapa Kadipaten baru dan Masjid
tersebut tertuang dalam Carita Lasem : “ Panjenengane yasa dalem Kadipaten
Lasem kang anyar aneng bumi Sadita, ing salore dalan gedhe madhep mangidul,
wetan prapatan, ngadhepake alun-alun; dhek nalika tahun Syaka 1510 sasi Caitra,
dina Buda Manis. Lan bebarengan trep dina kuwi, aneng sakulone alun-alun
digawekke mesjid...”
Masjid Lasem tampak dari Timur
Tentang Pr. Tejakusuma I, Mbah Sambu dan Masjid Lasem
Pangeran Tejakusuma I keturunan generasi keempat Pr. Santibadra.
Pangeran Santibadra adalah tokoh Syiwa Budha yang penting saat Majapahit akhir.
Pangeran Santibadra adalah pembabar kitab Budha Sabda Badrasanti.
Agama Pr. Tejakusuma I adalah Syiwa Budha. Pada tahun 1502
Saka beliau pernah mendapat tugas dari Sultan Hadiwijaya penguasa Kesultanan Pajang
untuk menggubah/menyalin kakawin Sabda Badra santi karya leluhurnya tersebut kedalam
bentuk geguritan. Jika ditelisik sebenarnya Sultan Hadiwijaya sendiri juga memiliki
garis keturunan dengan Pr. Santibadra.
Puncak masjid bergaya Hindu-Budha berdampingan dengan gaya Islam modern
Pangeran Tejakusuma I dikenal dengan sebutan Bagus Srimpet
karena saat masih kecil jika dituntun jalan oleh sang Ibu beliau justru
menggantung (nyrimpet) di kaki sang Ibu. Pangeran Tejakusuma I disebut Kyai
Ageng Punggur karena Beliau sering melakukan Samadi di puthuk (pegunungan)
Punggur Lasem.
Mahkota Masjid tahun 1588 M tersimpan dalam kotak besi
Sebagai penguasa Pr. Tejakusuma I adalah negarawan yang
memegang seloka Bhineka Tunggal Ika. Meski beragama Syiwa Budha beliau
memperhatikan kebutuhan ibadah masyarakat muslim Lasem yang berkembang pesat
saat itu. Beliau memdirikan masjid dengan bentuk atap Triratna dan hiasan puncak
berbentuk Makuthapraba.
Untuk melayani kebutuhan ilmu agama umat muslim Lasem Pr.
Tejakusuma I mendatangkan ulama dari wilayah Tuban bernama Maulana Sam Bwa
Smarakandhi. Kata Smarakandhi merujuk daerah asal Maulana Sam Bwa yaitu Samarkand
yang terletak di Asia Tengah. Menurut buku Carita Lasem Maulana Sam Bwa masih
trah Shunan Pwa Lang di Tuban.
Bangunan bagian dalam makam Mbah Sambu (Sam Baw)
Syeh Maulana Sam Bwa pada akhirnya diambil menantu oleh Pr.
Tejakusuma I dikawinkan dengan putri beliau dari Istri selir. Oleh masyarakat
Lasem sekarang nama Maulana Sam Bwa dikenal dengan sebutan Mbah/Eyang SAMBU.
Pangeran Tejakusuma I meninggal tahun 1554 Saka pada usia 77
tahun. Beliau dimakamkan di halaman samping sebelah selatan Masjid Lasem.
Bangunan makam Pr. Tejakusuma I bercorak Jawa Islam tanpa atap.
Makam Pr. Tejakusuma I (Bagus Srimpet)
Syeh Maulana Sam Bwa Smarakandhi meninggal pada tahun 1575
Saka pada usia 61 tahun. Beliau dimakamkan di halaman samping utara masjid
Lasem. Bangunan makam Syeh Maulana Sam Bwa terdiri dari dua lapis. Bangunan lapis
dalam berupa dinding bata semen bercorak etnik Cina. Bangunan makam lapis luar berupa
campuran bata semen dan kayu bercorak Jawa.
Bangunan bagian luar makam Mbah Sambu (Sam Baw)
Masjid Lasem pernah menjadi tempat menentang pemerintah kolonial
Belanda. Saat itu tahun 1750 Masehi, R. Panji Margono (tokoh Budha keturunan
Pr. Tejakusuma I) bersama Ui Ing Kiat (Cina Muslim) melakukan pemberontakan
terhadap pemerintah kolonial Belanda bersama masyarakat Jawa-Cina Lasem. Adalah
Kyai Ali Badawi tokoh yang menggerakkan muslim Lasem usai sholat Jumatdi masjid
Lasem untuk melakukan perlawanan terhadap Belanda membantu pemberontakan R.
Panji Margono. Kaum santri yang dipimpin Kyai Ali Badawi menyebut perlawanan
mereka dalam melawan Belanda dengan nama Perang Sabil.
Tampak dalam bangunan Masjid Lasem
Tidak ada komentar:
Posting Komentar