Dalam Agama Islam wahyu yang turun pertama berbunyi “bacalah
dengan (menyebut) nama Rabbmu”. Wahyu ini memberi nuansa pentingnya aspek
intelektual dalam kehidupan berkeyakinan. Dalam Agama Kristen disebutkan “Yesus
makin bertambah besar dan bertambah hikmat-Nya dan besar-Nya dan makin dikasihi
oleh Allah dan manusia”. Dengan demikian Yesus memperoleh kebijaksanaan lewat
proses belajar (kerja intelektual) meski Ia diyakini sebagai Anak (pengejawantahan Sabda dan kuasa) Tuhan.
Dalam budaya Jawa ada tembang pucung yang mengatakan bahwa :
“ngelmu iku tinemune kanthi laku” Jadi dalam tradisi intelektual Jawa ilmu
pengetahuan akan dapat dipahami dan menjadi bermakna jika ada proses empiris.
Ilmu bukan diperoleh dengan membaca kemudian dihafal, mendengar kemudian
dihafal, tetapi ada proses mengamati, menanya, mengumpulkan data, mengasosiasi
dan menyimpulkan bahkan menguji kembali simpulan.
Lalu apa hubungan semua ini dengan judul diatas? Tradisi
intelektual adalah roh dari peradaban manusia. Tradisi intelektual menjadi
dasar dalam dunia religius maupun dalam dunia ilmu pengetahuan. Dalam dunia
pendidikan tradisi intelektual diwujudkan dalam pembelajaran yang berbasis
saintifik yang meliputi : mengamati, mertannya, mengumpulkan data, mengasosiasi
dan mengkomunikasikan.
Ada beberapa pertanyaan menarik terkait intelektualitas
siswa-siswi kita. Sudahkah dunia pendidikan berhasil menanamkan tradisi
intelektual pada diri para siswa? Sejauhmana tradisi intelektual sudah tumbuh dan
diimplementasikan oleh anak didik kita?
Untuk menjawab pertanyaan di atas cukup kita mengamati
kebiasaan siswa-siswi kita. Apakah mereka sudah menjadi pembaca yang baik? Apakah
mereka sudah menjadi penulis yang handal? Apakah mereka sudah menjadi pendiskusi
yang kritis. Apakah mereka sudah menjadi kreator yang kreatif? Apakah mereka sudah beretika (beradab)?
Jika tradisi intelektual sudah tumbuh baik pada diri remaja
kita maka tak akan muncul kejadian yang memalukan seperti ini! Berprilaku
bodoh, tidak tahu etika, konyol dan kekanak-kanakan.
bodoh
tak tahu etika
kekanak-kanakan