Mengunjungi Pura Kerta Bhuwana Giri Wilis

Untuk mengisi libur semester ganjil 2016 saya merencanakan berwisata di daerah pegunungan. Menikmati udara segar, hembusan angin, hijaunya pepohonan dengan suasana yang tenang tentu sangat menyenangkan. Meskipun sering wisata menikmati indahnya pantai tetapi bagiku gunung selalu menarik minatku. Gunung seolah punya pesona tersendiri. Sementara pantai mewakili nuansa riang dan dinamis maka gunug mewakili ketenagan dan keanggunan.

Browsing sana-sini akhirnya hati saya tergoda dengan gunung Wilis Nganjuk. Selain jarak Nganjuk yang tak begitu jauh dari tempat tinggal saya yaitu Jatirogo Tuban, hal lain yang membuat saya penasaran adalah di salah satu sisi lereng gunung ini terdapat Pura. Nama pura tersebut adalah Pura Kerta Bhuwana Giri Wilis. Dalam beberapa postingan tampak sisi bangunan pura yang cantik.

Gerbang dalam Pura Kerta Bhuwana Giri Wilis

Keputusan diambil. Bersama dua buah hati kami berangkat ke Nganjuk menuju Pura Kerta Bhuwana Giri Wilis. Barangkat sekitar jam 08.15 pagi menempuh jalur Jatirogo-Bojonegoro Kota-Temayang-Nganjuk-Loceret.

Pura Kerta Bhuwana Giri Wilis Kabupaten Nganjuk dianggap Pura yang tertua di Pulau Jawa. Pura yang indah ini terletak di lereng Gunung Wilis tepatnya Dusun Cukrik Desa Bajulan Kecamatan Loceret Kabupaten Nganjuk. Tidak hanya umat Hindu Desa Bajulan saja, sering umat Hindu dari Surabaya, Jakarta, Bali, Kediri dan wilayah luar Jawa datang untuk melakukan ibadah sembahyang di Pura ini.

Pura Kerta Bhuwana Giri Wilis di Desa Bajulan ini merupakan panyawangan (duplikat) dari Candi Sapto Argo yang berada di puncak Gunung Wilis. Candi Sapto Argo yang berada di puncak Gunung Wilis dipercaya sebagai tempat pemujaan Dewa Wisnu, Dewi Sri dan leluhur. Umat Hindu di Desa Bajulan setahun sekali naik ke puncak Gunung Wilis untuk melakukan bersih-bersih dan merawat Candi Sapto Argo sekaligus bersembahyang.

Ada sekitar 500 jiwa pemeluk Hindu di Desa Bajulan. Pemeluk agama hindu di Desa Bajulan ini sudah ada sejak zaman dahulu. Mereka merupakan sisa-sisa dari zaman kerajaan Kediri pada masa pemerintahan Prabu Airlangga. Menurut Pemangku Pura meskipun sudah lama mempraktikan adat Hindu tetapi saat awal berkuasanya Orde Baru pada KTP masyarakat Bajulan tertulis beragama Islam.

Menurut pemangku Pura pendirian Pura Kerta Bhuwana Giri Wilis melaui proses yang panjang berliku. Permasalahanya adalah sulit untuk mendapat izin dari pemerintah. Baru tahun 1998 izin yang dinantikan umat Hindu Desa Bajulan turun. Pada tahun tersebut merekapun lalu bergotong royong memperbarui bangunan Pura agar lebih layak dan bagus sesuai keinginan dan impian  yang sudah lama terpendam di hati.  

Bekunjung ke Pura Kerta Bhuwana Giri Wilis seperti mengingatkan kita saat berada di Bali. Pada Pura ini ada sepasang patung khas Bali menghias kedua sisi gerbang luar. Lembaran kain kuning bertumpuk dengan kain putih menempel pada beberapa dinding tembok. Gerbang dalam memiliki bentuk bangunan, cat dan ornamen ragam hias yang sama dengan pura-pura di pulau Bali. Di halam depan Pura induk ada pohon (beringin) yanag dibalut kain becorak kotak-

kotak hitam-putih khas Bali lengkap dengan sesajen, dupa dan patung.

Nitip puisi nih.......

Si Pemburu Angin

Sang kembara terbang bersama angin.

Mendaki gunung menyusuri pantai.

Mejenguk yang hiruk pikuk

dan memuja yang hening sunyi.

Tersenyum pada yang palsu bergincu

terkagum pada yang polos berdebu.

Pemburu mimpi mengalir bersama air.

Menuju masjid, menuju vihara 

menuju pura, menuju klenteng

menyisir pustaka selami relung cipta.

Pemuja kesejatian di sarang angin

mengambang bersama angan.

Menjawab tanya, menanya dogma

bermain kata dan meracik logika.

Pemburu angin

duduk diam bersama gunung.

Termenung sambil mengukur 
jengkal demi  jengakal

tepi ruang dalam angan dan

menyerah dalam pelukan takdir.