Untuk mencermati dunia batin orang Jawa kita bisa lakukan
dengan cara mengupas produk budaya masyarakat Jawa itu sendiri. Dengan kata
lain produk budaya orang Jawa dapat dipakai sebagai benang merah untuk mengurai
wujud dunia batin masyarakat Jawa. Produk
budaya yang sering dianggap cukup mewakili wujud dunia batin orang Jawa
adalah tokoh pewayangan yang bernama Semar.
Sumastuti Sumukti dalam bukunya
Semar dunia batin orang Jawa menganggap semua yang kasat mata pada paraga Semar
adalah simbol batin orang Jawa. Artinya puncak kesadaran nilai dan kearifan
yang secara kolektif dipegang oleh orang Jawa disimbolkan dalam gambaran tokoh
Semar.
Mengapa puncak kesadaran budi orang Jawa disajikan dalam
gambar tokoh Semar dan sedikit dalam bentuk literasi? Mungkin orang Jawa merasa
simbol visual lebih bisa mewakili ketakterhinggaan eksplorasi arti/makna
dibanding literasi. Faktanya simbol visual itu kadang bisa mewkili makna yang tak
bisa diuraikan dan diwakili oleh kata-kata.
Semar dan pitutur Jawa
Filsafat Paradoks dan Pitutur
Visual tokoh semar penuh dengan paradoks, ambigu bahkan
mungkin kontradiksi. Semar adalah laki-laki tetapi ia digambarkan punya payudara
yang besar seperti wanita. Semar digambarkan berdiri tetapi sekilas seperti
sedang duduk. Mulut semar tersenyum tetapi mata semar seperti menangis. Semar
adalah dewa tetapi di alam dunia status sosialnya adalah kawula/hamba.
Gambaran semacam diatas menunjukkan kalau orang Jawa memandang dunia
ini pada dasarnya penuh dengan paradoks, ambigu dan kontradiksi. Manusia
menghamba Tuhan tetapi saat membangun tempat ibadah dan menjalankan ibadah manusia
membuat banyak kerusakan alam ciptaan Tuhan. Manusia menciptakan teknologi yang
menunjang kehidupan tetapi di sisi lain efek teknologi berpotensi menjadi
sebuah bencana bagi kehidupan. Manusia butuh keturunan untuk kelangsungan hidup tetapi ledakkan populasi
manusia adalah bom waktu bencana yang tak terhindarkan.
Karena orang Jawa menganggap dunia ini penuh paradoks dan
ambigu maka Semar digambarkan tidak adigang adigung dalam menyampaikan
kebaiakan. Tangan Semar digambarkan menunjuk kebawah sebagai simbol memberi pitutur
(nasehat) dengan penuh arif dan toleran dalam menyampaikan kebenaran. Semar menasehati tidak menghakimi. Semar
ngemong bukan mendoktrin. Semar mengajak pada kebaikan bukan membinasakan
keburukan demi tegaknya kebaikan.
Masyarakat Jawa memiliki
banyak pitutur yang juga merupakan refleksi
dunia batin orang Jawa. Dan Semar selalu dilekatkan dengan pitutur-pitutur itu.
Hal ini semakin memperjelas bahwa Semar itulah simbol yang mewakili kesadaran
budi dan kearifan manusia Jawa. Pitutur itu diantaranya : Ojo dumeh; Eling lan
waspadha; Urip samadya; Dadiya wong sing bisa rumangsa dudu sing rumangsa bisa;
Sapa nandur bakale ngunduh; Becik ketitik ala ketara; Menang tanpa ngasorake
dan Eling marang sangkan paraning dumadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar