Setiap gejala alam yang tidak lazim/langka akan direaksi
oleh hewan dan manusia yang terdampak. Bentuk reaksi yang muncul bisa sekedar
reaksi balik terhadap rangsang/aksi sampai reaksi sebagai bentuk usaha bertahan hidup. Tak terkecuali reaksi
hewan dan manusia terhadap fenomena astronomi seperti gerhana matahari.
Saat gerhana matahari setiap hewan memberi reaksi yang beda sesuai
dengan tingkat kecerdasan. Hewan tingkat rendah menganggap kurangnya cahaya
akibat gerhana matahari sebagai tanda masuknya waktu malam. Jangkrik mengerik
dan burung malam siap berburu. Sementara kuda tampak gelisah saat gerhana
matahari tiba. Kuda menangkap suasana gerhana matahari sebagai saat masuk malam
hari tetapi jam biologis kuda mengkonfirmasi bahwa waktu malam belum tiba.
Reaksi kuda saat menerima sinyal tubuh
yang saling bertentangan tersebut adalah berupa sikap gelisah atau takut.
Bagaimana dengan manusia? Bentuk reaksi manusia saat gerhana
matahari ditentukan banyak hal. Pasti akan beda reaksi yang ditunjukkan antara
manusia kuno dengan modern, manusia sekuler dengan religius serta antara
manusia yang telah mendapat pencerahan ilmiah dengan yang tidak.
Sebelum mendapat pencerahan ilmiah reaksi manusia terhadap
gerhana matahari adalah adalah berupa insting bertahan hidup. Manusia bertanya-tanya,
takut dan gelisah terhadap gejala alam yang diluar kebiasaan. Tetapi sebagai
makhluk beradab/berpikir manusia punya penjelasan terhadap fenomena astronomi
ini. Adapun penjelasan manusia banyak ragamnya. Manusia yang telah tercerahkan ilmiah
akan memberi penjelasan yang berbeda dengan manusia yang awam atau manusia yang
religius. Pun demikian penjelasan dengan basis religi akan beda antara penganut
polytheis dengan monotheis.
Kegelisahan terhadap peristiwa gerhana matahari oleh
penganut polytheis dijelaskan dan disikapi sesuai dengan sistem/doktrin
keyakinannya. Mumculah ritual-ritual yang dihubungkan dengan Dewa-Dewa.
Kegelisahan penganut monotheis dihubungkan kuasa prerogatif Tuhan terhadap alam
termasuk memadamkan matahari. Munculah ritual yang mengarahkan manusia untuk
senantiasa patuh pada Tuhan, memperbaiki akhlak dan iman.
Sebagian manusia modern memilih menggabungkan pengetahuan
ilmiah dengan praktek religi. Selebihnya manusia modern memilih bersikap
sekuler. Kelompok pertama menghadapi gerhana matahari dengan melakukan ritual
keagamaan tanpa rasa takut dan cemas lagi. Kelompok kedua menikmati gerhana
matahari sebagai sensasi alam dan gaya
hidup.
Berikut dialog fiktif tentang gerhana matahari antara tiga
orang yaitu : Sekuler, Religius dan Bijak.
Sekuler
: “Ini fenomena astronomi yang langka.
Sayang jika dilewatkan sensasinya maupun sisi ilmiahnya”
Religius : “Semua ini adalah kuasa dan keagungan Tuhan.
Inilah saatnya untuk bertobat dan mempertebal iman bagi mereka yang mau berpikir”
Bijak : “ Saudaraku! Kalau kalian sadar, setiap detik ada fenomena astronomi yang membuat kita takjub dan tambah iman.
Tak usah jauh-jauh. Atmosfir bumi kita setiap detik menyaring cahaya matahari
yang berpengaruh buruk pada kehidupan. Atmosfir bumi kita setiap detik
melindungi kita dari hujaman banyak meteor. Jadi kita tak harus menunggu peristiwa langka seperti gerhana matahari atau bulan”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar